Akhir-akhir ini intensitas saya buka blog meningkat nih. Teori hormon
ngeblog saya yang dulu kayaknya salah, setidaknya buat sekarang. Karena alasan
saya rajin ngeblog seminggu terakhir adalah karena saya ga ada HP. Konektornya
rusak gitu, jadi ga bisa di-charge. Yang mana saya termasuk orang yang sedikit
kecanduan smartphone, hobby stalking dan update ga penting saya jadi kurang
terakomodasi dengan rusaknya HP saya.
Nah, termasuk juga hari ini. Saya ga ada kerjaan, habis mindah-mindahin foto dari kamera. Saya jadi pengen sedikit cerita tentang workshop yang saya ikuti beberapa waktu lalu.
Liburan kemarin sekitar bulan Juli, saya ikutan sebuah program bernama Bamboo Exploraction. Program ini baru diadakan sekali, tapi katanya sih mau diadakan rutin di tahun-tahun berikutnya. Penyelenggaranya University of Sydney, dan Bamboo Notion, sebuah studio arsitek berbasis di Bali yang menaruh perhatian pada arsitektur bambu di Indonesia. Nah, setahu saya, program ini diawali dari makul pilihan di Usyd, dosen-dosen Usyd bekerja sama dengan Bamboo Notion (yang didirikan alumni jurusan saya- Mas Effan), dan rangkaian acaranya mengambil tempat di Bali dan Jogja. Kegiatan yang berlangsung di Bali berupa observasi, anak-anak Sydney jalan-jalan melihat karya-karya bambu Mas Effan yang super keren, dan ke desa pengrajin bambu gitu.
Rangkaian acara selanjutnya, diadakan di Jogja. Beruntungnya, di kampus saya. Di situ dibuka pendaftaran program buat anak-anak arsi S-1, S-2, dan Teknik Sipil yang mau ikutan. Saya dan kira-kira 30 anak lainnya pun daftar. Berniat menghabiskan 2 minggu liburan yang berharga, di bulan puasa, ikutan workshop ini...berharap tidak mengambil keputusan yang salah.
Btw, program ini juga bisa ditransfer jadi makul pilihan 2 SKS buat kami, dengan syarat melengkapi tugas pilihan bikin essay atau sketsa dan jurnal harian. Dikumpul minggu ini...dan saya belum ngerjain.
Acara yang di Jogja diawali dengan jalan-jalan keliling kampus. Melihat-lihat studio Arsi dan PWK yang super berantakan, yang seharusnya ga perlu sih karena di sana kan juga sama aja gitu, architecture students unite lah. Haha. Habis itu kita main ke bengkel Teknik Sipil. Yes, kami kebanyakan belum ngerti prinsip struktur dan konstruksi, apalagi penerapannya ke bambu. Dipandu seorang dosen dari sipil, yang-saya-lupa-namanya-karena-semua-orang-manggil-beliau-professor-tapi-sumpah-pinter-dan-masih-muda. Kalo ga salah namanya Pak Ashar. Pak Ashar menjelaskan tentang kekuatan bambu, prinsip-prinsipnya, dan teknik-teknik penggunaan bambu dalam konstruksi.
Setelah itu kami dibagi berkelompok dua-dua, diberi waktu 2 hari mendesain sebuah paviliun bambu mengambil site di Puthuk Setumbu (berhubung anak-anak Usyd habis jalan-jalan ke sana paginya). Saya pun sekelompok dengan Debbie. Karena Debbie aslinya dari Cina, saya dan dia ga terlalu lancar ngobrol bahasa Inggris dengan logat masing-masing. Susah berkomunikasi, plus ketidakahlian kami dalam mendesain (saya baru semester 2 dan Debby anak S-2 Urban Design), akhirnya desain kami jadi juga. Walaupun bentuknya awkward dan kata Mas Effan hampir tidak mungkin dikonstruksi. Haha. Tapi kami suka.
Dalam workshop ini, kami ditargetkan membuat 3 paviliun kecil bentang 5 meter dan satu struktur bambu bentang lebar berupa pelingkup parkiran.
Pada hari ketiga, kami dibagi kelompok lagi. Kali ini lebih besar, satu kelompok 6 orang dan dalam waktu 6 jam kami diminta membuat model struktur pelingkup parkiran kami. Hari berikutnya, dari model-model tersebut, Tim Bamboo Notion dibantu ahli struktur mengadaptasi bagian-bagian terbaik dari model-model para peserta menjadi satu desain yang akan diwujudkan, di parkiran kampus saya. Pelingkup ini rencananya akan memiliki bentang 17 meter. Lebar 5 meter dan tinggi 9,5 meter. Woohoo.
Hari kelima, kerja keras yang sebenarnya dimulai. Diawali penjelasan dari
ahli bambu lokal Jogja, Sahabat Bambu, kami mulai bagi-bagi tugas memilah-milah
bambu, menggergaji, menatah ruas bambu, membuat pasak, dan menjebol conblock.
Di sini kelihatan banget stamina mahasiswa Indonesia yang lagi puasa dan
berbadan relatif kecil-kecil, kalah jauh dibandingkan mas-mas mbak-mbak dari
Sydney yang sangat strong dan super bersemangat dalam proses nukang ini.
Proses pertama adalah membuat arc bambu, dengan diameter 17 meter dan yang
lebih kecil masing-masing sebanyak 9 buah. Setiap 3 buah arc kemudian disatukan
menggunakan skrup besi panjang yang saya lupa apa namanya. Percayalah membuat
arc bambu sama sekali tidak gampang. Apalagi di hari-hari terakhir saat pasokan
bambu yang ada sudah agak kering sehingga rawan pecah, kami berkali-kali harus
mengganti bambu yang sudah disesuaikan ukurannya dan dilubangi.
Nah, lengkung besar dan lengkung kecil tersebut kemudian disatukan membentuk 3 truss besar sebagai struktur utamanya. Tiap truss kemudian dimasukkan ke dalam footing beton setinggi 1 meter. Saat itu rasanya keren banget melihat para bambu berdiri tegak.
Selanjutnya adalah pembuatan pelingkup atap. Bilah bambu dipecah jadi tipis-tipis dan disusun membentuk panel anyaman 2 x 5 meter. Panel-panel ini harus dipasang secara manual. Dan saya nggak berani nyoba.
Untuk yang paviliun, saya kebagian mengerjakan satu desain paviliun yang konsepnya kupu-kupu. Menurut saya sih bentuknya malah kayak kerang Sydney Opera House. Awalnya sedikit clueless gimana cara mewujudkan desain yang ini. Ternyata cukup sederhana juga lho. Lagi-lagi pertama kali, kami harus membuat arc, tapi kali ini cuma 5 meter. Bikin footing, dan tempat duduk. Yang terakhir, struktur pelingkup atapnya dari bambu dibelah 4 yang ditumpuk-tumpuk semacam manual-laminated bamboo. Haha. Di sini bisa dibilang kami cukup mengandalkan mur-baut untuk strukturnya.
Dari workshop ini, kami jadi tahu hal-hal yang terkesan remeh-temeh dalam
nukang. Mulai dari bagaimana menggergaji yang efisien, mengebor, memasang
pasak, memberdirikan struktur, dan masih banyak lainnya. Tidak jarang beberapa
dari kami harus luka-luka, dan tentunya capek luar biasa nukang dari pukul 9
pagi sampe pukul 5 sore.
Tapi rasanya semua orang have fun dengan kegiatan ini. Kami pengen cepet selesai, tapi nggak mau ngoyo juga. Anak-anak Sydney sering ngelawak ketawa-ketawa, anak Indo pada ngikut aja. Hoho banyak yang masih pada malu-malu. Di sel-sela kegiatan workshop kami menyempatkan main-main juga, menemani anak-anak Sydney wisata kuliner, beli oleh-oleh, masak, atau ke tempat-tempat wisata di sekitar Jogja.
Workshop diakhiri dengan penanaman bambu, dan pameran hasil workshop untuk
umum. Sayangnya pamerannya kurang ramai pengunjung, dan mungkin persiapannya
juga agak kurang. Setelah menyelesaikan tugas, rombongan Usyd dan Bamboo Notion
langsung bergegas pulang, menamatkan liburan masing-masing.
Jadi, dengan total pengerjaan kurang lebih seminggu, kami berhasil menyelesaikan 3 paviliun bambu dan 1 struktur bentang lebar.
Di sini saya sadar ternyata proses konstruksi bambu cukup susah, dan butuh waktu yang lama, banyak tenaga dan semuanya harus dilakukan dengan tangan manusia. Makanya sekarang orang-orang beralih ke material fabrikasi yang lebih murah dan efisien. Tapi seperti yang selalu ditekankan tim Bamboo Notion, arsitektur bambu menghidupkan gotong royong. Itulah kenapa bisa dibilang arsitektur bambu adalah arsitektur Indonesia. Menurut saya, arsitektur bambu adalah jenis arsitektur yang bersaudara kembar dengan seni. Proses pembuatannya yang membuatnya jadi berbeda.
P.S: Foto diambil dari Facebook page Bamboo Notion, (kecuali 2 yang terakhir dan foto model maket tim saya.)
Nah, termasuk juga hari ini. Saya ga ada kerjaan, habis mindah-mindahin foto dari kamera. Saya jadi pengen sedikit cerita tentang workshop yang saya ikuti beberapa waktu lalu.
Liburan kemarin sekitar bulan Juli, saya ikutan sebuah program bernama Bamboo Exploraction. Program ini baru diadakan sekali, tapi katanya sih mau diadakan rutin di tahun-tahun berikutnya. Penyelenggaranya University of Sydney, dan Bamboo Notion, sebuah studio arsitek berbasis di Bali yang menaruh perhatian pada arsitektur bambu di Indonesia. Nah, setahu saya, program ini diawali dari makul pilihan di Usyd, dosen-dosen Usyd bekerja sama dengan Bamboo Notion (yang didirikan alumni jurusan saya- Mas Effan), dan rangkaian acaranya mengambil tempat di Bali dan Jogja. Kegiatan yang berlangsung di Bali berupa observasi, anak-anak Sydney jalan-jalan melihat karya-karya bambu Mas Effan yang super keren, dan ke desa pengrajin bambu gitu.
Rangkaian acara selanjutnya, diadakan di Jogja. Beruntungnya, di kampus saya. Di situ dibuka pendaftaran program buat anak-anak arsi S-1, S-2, dan Teknik Sipil yang mau ikutan. Saya dan kira-kira 30 anak lainnya pun daftar. Berniat menghabiskan 2 minggu liburan yang berharga, di bulan puasa, ikutan workshop ini...berharap tidak mengambil keputusan yang salah.
Btw, program ini juga bisa ditransfer jadi makul pilihan 2 SKS buat kami, dengan syarat melengkapi tugas pilihan bikin essay atau sketsa dan jurnal harian. Dikumpul minggu ini...dan saya belum ngerjain.
Acara yang di Jogja diawali dengan jalan-jalan keliling kampus. Melihat-lihat studio Arsi dan PWK yang super berantakan, yang seharusnya ga perlu sih karena di sana kan juga sama aja gitu, architecture students unite lah. Haha. Habis itu kita main ke bengkel Teknik Sipil. Yes, kami kebanyakan belum ngerti prinsip struktur dan konstruksi, apalagi penerapannya ke bambu. Dipandu seorang dosen dari sipil, yang-saya-lupa-namanya-karena-semua-orang-manggil-beliau-professor-tapi-sumpah-pinter-dan-masih-muda. Kalo ga salah namanya Pak Ashar. Pak Ashar menjelaskan tentang kekuatan bambu, prinsip-prinsipnya, dan teknik-teknik penggunaan bambu dalam konstruksi.
Setelah itu kami dibagi berkelompok dua-dua, diberi waktu 2 hari mendesain sebuah paviliun bambu mengambil site di Puthuk Setumbu (berhubung anak-anak Usyd habis jalan-jalan ke sana paginya). Saya pun sekelompok dengan Debbie. Karena Debbie aslinya dari Cina, saya dan dia ga terlalu lancar ngobrol bahasa Inggris dengan logat masing-masing. Susah berkomunikasi, plus ketidakahlian kami dalam mendesain (saya baru semester 2 dan Debby anak S-2 Urban Design), akhirnya desain kami jadi juga. Walaupun bentuknya awkward dan kata Mas Effan hampir tidak mungkin dikonstruksi. Haha. Tapi kami suka.
![]() |
Maket paviliun by Ninis & Debbie |
Setiap kelompok diminta mempresentasikan gambar dan maket paviliunnya di
depan. Di akhir hari, peserta diminta memilih karya favoritnya yang akan
dipertimbangkan untuk dibikin versi 1:1 nya.
Dalam workshop ini, kami ditargetkan membuat 3 paviliun kecil bentang 5 meter dan satu struktur bambu bentang lebar berupa pelingkup parkiran.
Pada hari ketiga, kami dibagi kelompok lagi. Kali ini lebih besar, satu kelompok 6 orang dan dalam waktu 6 jam kami diminta membuat model struktur pelingkup parkiran kami. Hari berikutnya, dari model-model tersebut, Tim Bamboo Notion dibantu ahli struktur mengadaptasi bagian-bagian terbaik dari model-model para peserta menjadi satu desain yang akan diwujudkan, di parkiran kampus saya. Pelingkup ini rencananya akan memiliki bentang 17 meter. Lebar 5 meter dan tinggi 9,5 meter. Woohoo.
![]() |
Model bikinan kelompok saya nih |
![]() |
Pameran model karya peserta |
![]() |
Briefing sebelum bekerja |
![]() |
Kiri: membuat lubang untuk menyambungkan bambu (dengan memasukkan bambu yang lebih kecil); Kanan: menyatukan 3 arc menjadi satu menggunakan bendrat |
Nah, lengkung besar dan lengkung kecil tersebut kemudian disatukan membentuk 3 truss besar sebagai struktur utamanya. Tiap truss kemudian dimasukkan ke dalam footing beton setinggi 1 meter. Saat itu rasanya keren banget melihat para bambu berdiri tegak.
Selanjutnya adalah pembuatan pelingkup atap. Bilah bambu dipecah jadi tipis-tipis dan disusun membentuk panel anyaman 2 x 5 meter. Panel-panel ini harus dipasang secara manual. Dan saya nggak berani nyoba.
Untuk yang paviliun, saya kebagian mengerjakan satu desain paviliun yang konsepnya kupu-kupu. Menurut saya sih bentuknya malah kayak kerang Sydney Opera House. Awalnya sedikit clueless gimana cara mewujudkan desain yang ini. Ternyata cukup sederhana juga lho. Lagi-lagi pertama kali, kami harus membuat arc, tapi kali ini cuma 5 meter. Bikin footing, dan tempat duduk. Yang terakhir, struktur pelingkup atapnya dari bambu dibelah 4 yang ditumpuk-tumpuk semacam manual-laminated bamboo. Haha. Di sini bisa dibilang kami cukup mengandalkan mur-baut untuk strukturnya.
![]() |
Ketiga tim konstruksi paviliun. Tim saya yang paling atas. |
Tapi rasanya semua orang have fun dengan kegiatan ini. Kami pengen cepet selesai, tapi nggak mau ngoyo juga. Anak-anak Sydney sering ngelawak ketawa-ketawa, anak Indo pada ngikut aja. Hoho banyak yang masih pada malu-malu. Di sel-sela kegiatan workshop kami menyempatkan main-main juga, menemani anak-anak Sydney wisata kuliner, beli oleh-oleh, masak, atau ke tempat-tempat wisata di sekitar Jogja.
| ||
Obsesi tiduran pake ayunan sleeping bag di struktur bambu bentang lebar. |
Jadi, dengan total pengerjaan kurang lebih seminggu, kami berhasil menyelesaikan 3 paviliun bambu dan 1 struktur bentang lebar.
![]() |
Penanaman bambu di belakang kampus |
![]() |
All team sebelum workshop berakhir |
![]() | ||
"Because of amazing teamwork and passion, she stands beautifully." |
Ada video dokumenternya juga nih buat yang tertarik,
Di sini saya sadar ternyata proses konstruksi bambu cukup susah, dan butuh waktu yang lama, banyak tenaga dan semuanya harus dilakukan dengan tangan manusia. Makanya sekarang orang-orang beralih ke material fabrikasi yang lebih murah dan efisien. Tapi seperti yang selalu ditekankan tim Bamboo Notion, arsitektur bambu menghidupkan gotong royong. Itulah kenapa bisa dibilang arsitektur bambu adalah arsitektur Indonesia. Menurut saya, arsitektur bambu adalah jenis arsitektur yang bersaudara kembar dengan seni. Proses pembuatannya yang membuatnya jadi berbeda.
Art doesn't supposed to be easy and nice, art supposed to make you feel something.
Foto ini saya ambil 2 hari yang lalu. Parkiran kampus jadi makin cantiks. Terima kasih, Bambu. |
P.S: Foto diambil dari Facebook page Bamboo Notion, (kecuali 2 yang terakhir dan foto model maket tim saya.)