Untuk yang sering naik kereta lokal, apa yang paling berkesan dalam perjalananmu? Antri membeli karcis? Makan pop mie sambil menunggu kereta datang? Pemandangan yang terhampar dari jendela?
Buat saya, adalah berebut tempat duduk. Tidak peduli apakah anda seorang mahasiswi yang tidak terlalu kurus, ibu-ibu berkaos Guess, anak laki-laki berseragam, om-om berjam tangan mahal, atau lansia dan wanita hamil sekalipun. Semuanya punya hak yang sama atas satu hal, tempat duduk...yang sayangnya tidak akan pernah memenuhi kebutuhan di jam-jam paling dibutuhkannya.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa berbagai taktik lihai dilakukan para penumpang kereta untuk mendapatkan kursi kereta, yah ternyata tidak jauh beda dengan para wakil-wakilnya di parlemen.
Bagi para penumpang kereta pemula, siap-siap saja kaget dengan kemampuan para penumpang yang lebih berpengalaman dalam melakukan man-to-man marking dan kelihaian mereka dalam selip-menyelip-lalu-tahu-tahu-sudah-duduk-manis-begitu saja. Dorong-mendorong dan gencet-menggencet sudah sangat biasa dilakukan bahkan sebelum penumpang kereta dari jadwal sebelumnya turun. Pintar..
Orang-orang yang lebih selo hidupnya dan tentunya tidak kalah berpengalaman, merelakan datang 30-60 menit lebih awal sebelum jadwal kereta diberangkatkan, hanya untuk ikut memutar ke stasiun lain sehingga di jam tersebut mereka sudah senyum-senyum pada orang-orang kategori pertama. Pintar sekali..
Sepengamatan saya, penumpang kereta kategori pertama kira-kira sebanyak 60% dari keseluruhan. Sedangkan yang kedua 20%. Perjuangan mereka hampir selalu berhasil dalam mendapatkan tempat duduk yang nyaman untuk perjalanan 1-2 jam. Meninggalkan 20% orang-orang rugi yang membayar sama tapi tidak mendapat fasilitas yang setara. Di antara 20% orang yang tersisa, 15% adalah orang-orang yang bijak. Saat orang-orang yang berdiri telah mengeluarkan pandangan-kita-senasib satu sama lain, mereka mematahkannya dengan mengeluarkan kursi lipat kecil dari tas mereka.
Sangat pintar.. Lalu apa yang terjadi dengan yang 5% lagi?
Orang-orang 5% yang bertubuh tinggi dan merasaa cukup macho memilih berpegangan tangan pada gantungan di atas kereta. Sedangkan yang tangannya tak sampai, terpaksa duduk beralaskan koran, sepatu, atau debu lantai kereta. Salah seorang dari yang duduk di lantai kereta karena tidak punya koran dan terlalu malas melepas sepatu adalah saya. Entah kapan saya bisa pintar seperti mereka.